-->

Kamis, 05 Mei 2011

Asal Muasal Banten (singkat)

Saat ini hanya ada satu penelitian yang memberikan informasi tentang Banten pada masa pra-islam. Yakni penelitian di Banten Girang, 1988, mengungkapkan Banten ada sejak awal abad ke 11-12 Masehi. Terletak di tepi sungai Cibanten, sebelah selatan kota Serang (Banten Girang), berupa kawasan pemukiman yang dikelilingi benteng pertahanan. Kawasan ini juga dikenal dengan kawasan pengrajin (pembuat kain, keramik, pengrajin besi, tembaga, perhiasan emas, dan manik-manik kaca).
Banten Girang menganut Hindu-Budha (namun sudah ada orang-orang islami), menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Sunda. Hal ini diperjelas dengan prasasti Bogor, menyebutkan: Pakuan Padjajaran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata. Kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Kalapa (Jayakarta), Bogor sampai Cirebon. Jejak kerajaan Sunda di Banten disebut Wahanten, digambarkan: Kerajaan Sunda, memiliki banyak kota yang ramai, kaya akan beras dan merica, dilintasi aliran sungai (Cibanten) dan mempunyai banyak pelabuhan niaga yang disinggahi kapal-kapal besar. Kota-kota ini dipimpin oleh seorang kepala yang kedudukannya sangat penting.

Masuknya Islam di Tanah Banten
Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, pada tahun 1525 Masehi dan 1526 Masehi. Syarif Hidayatullah setamat belajar di Samudra Pasai langsung menuju Banten untuk meneruskan penyebaran agama islam yang sebelumnya telah dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah dengan adik Bupati Banten yang bernama Nyai Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberi nama Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula Pangeran Hasanuddin.
Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, Syarif Hidayatullah pergi ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung disana. Adapun tugasnya dalam penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin, yang dimulainya dari Banten utara, yakni G. Pulosari, G. Karang sampai ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon.
Karena semakin besar dan maju daerah Banten, maka pada tahun 1552 M, Kadipaten Banten diubah menjadi Negara bagian Demak dengan Pangeran Hasanuddin sebagai Sultannya. Atas petunjuk dari Syarif Hidayatullah pusat pemerintahan Banten dipindahkan dari Banten Girang (dalam pengaruh Hindu-Budha) ke dekat pelabuhan di Banten Lor yang terletak dipesisir utara yang sekarang menjadi Keraton Surosawan. Pada tahun 1568 M, saat itu Sultan Hasanuddin memproklamirkan Banten sebagai negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak atau pun Panjang.
Kesultanan Banten pun menjadi pusat penyebaran agama Islam, banyak orang-orang dari luar daerah yang dating untuk belajar, sehingga tumbuhlah beberapa perguruan Islam di Banten. Diantaranya, Kasunyatan. Di tempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari masjid Agung Banten. Disinilah tempat perguruan Kyai Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan guru dari Pangeran Yusuf.
Kerajaan Islam di Banten saat itu lebih dikenal oleh masyarakat Banten dan sekitarnya dengan sebutan Kesultanan Banten. Kesultanan Banten berhasil mencapai masa kejayaannya dan berhasil mengubah masyarakatnya. Pengaruh besar yang diberikan Islam melalui kesultanan dan para ulama serta mubaligh Islam di Banten seperti tidak dapat disangsikan lagi dan penyebarannya melalui jaulur politik pendidikan, kebudayaan dan ekonomi di masa itu.

Jati Diri Banten
Budaya Banten, terbentuk oleh kekayaan peristiwa buday yang berlangsung dalam proses berabad-abad. Sesungguhnya proses ini telah teruji dan terbukti dan diyakini dapat membawa kesejahteraan lahir dan batin, komponen inilah yang disebut dengan jatidiri, setidaknya masa ke-emasan Banten dapat dipelajari pada masa kesultanan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa.

Setelah memasuki masa kemerdekaan muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah provinsi. Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Provinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Provinsi Banten dengan DPR-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Provinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Provinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Provinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru kenginan tersebut belum bisa direalisir. Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Provinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Provinsi Banten (PPB). Sejak itu mulai terbentuk Sub-sub Komite PPB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Provinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Provinsi Banten menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PPB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000 dilakukan peresmian Provinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah provinsi sementara waktu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. H. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
Dan saat itulah setelah beberapa tahun kemudian, Hj. Atut Chosiyah menjabat sebagai Gubernur Banten yang kala itu beliau adalah gubernur wanita pertama di Indonesia hingga saat ini.

Jangan Lupa Komentar Dan Share Postingan Ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Start Work With Me

Contact Us
Qonitah M A
Serang, Indonesia